Keputusan xAI, perusahaan rintisan kecerdasan buatan yang didukung Elon Musk, untuk mewajibkan penggunaan perangkat lunak pemantauan karyawan telah memicu perdebatan dari sudut pandang bisnis. Mari kita telaah implikasi dari langkah ini terhadap produktivitas, moral karyawan, dan citra perusahaan.
Hubstaff, perangkat lunak yang digunakan xAI, melacak aktivitas kerja karyawan, termasuk tangkapan layar, kunjungan situs web, serta aktivitas mouse dan keyboard. Dari perspektif bisnis, langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memastikan sumber daya perusahaan digunakan secara optimal. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Survei oleh Gartner menunjukkan bahwa karyawan yang merasa diawasi secara berlebihan cenderung mengalami penurunan motivasi dan kepuasan kerja. Selain itu, penerapan sistem pemantauan seperti ini dapat berdampak pada budaya perusahaan, menciptakan lingkungan kerja yang kurang percaya dan kolaboratif.
Perusahaan lain, seperti Scale AI, juga menggunakan perangkat lunak serupa. Dari sudut pandang bisnis, penting untuk menyeimbangkan kebutuhan pemantauan dengan menjaga kepercayaan dan moral karyawan. Di Indonesia, beberapa perusahaan teknologi juga mulai mempertimbangkan penerapan sistem serupa. Namun, perusahaan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap budaya perusahaan dan potensi risiko hukum terkait privasi data. Sebagai contoh, kebijakan privasi yang jelas dan transparan, serta konsultasi dengan karyawan sebelum implementasi, dapat membantu meminimalkan dampak negatif.
Kesimpulannya, keputusan xAI untuk memantau karyawannya merupakan langkah yang perlu dipertimbangkan secara matang dari sudut pandang bisnis. Perusahaan harus menimbang manfaat potensial dari peningkatan efisiensi dengan risiko yang terkait dengan penurunan moral karyawan dan potensi masalah hukum. Pendekatan yang seimbang, yang mempertimbangkan kebutuhan bisnis dan kesejahteraan karyawan, akan menjadi kunci keberhasilan dalam jangka panjang.