Kasus pengadilan terhadap Prada terkait koleksi Spring/Summer 2026 mereka, yang diduga meniru desain chappal Kolhapuri, memberikan perspektif bisnis yang menarik. Dari sudut pandang bisnis, kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan merek dagang, nilai merek, dan dampak potensial dari pelanggaran desain.
Kontroversi muncul setelah sandal 'Toe Ring' Prada dianggap meniru desain tradisional Kolhapuri. Kerajinan tangan kulit ini, yang berasal dari Maharashtra dan Karnataka, dilindungi di bawah Undang-Undang Indikasi Geografis. Gugatan tersebut menyoroti kompleksitas dalam melindungi kerajinan tradisional dan menegakkan hak kekayaan intelektual.
Menurut laporan dari firma konsultan bisnis, pelanggaran desain dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan, termasuk penurunan penjualan dan kerusakan reputasi merek. Sebuah studi dari Asosiasi Industri Mode menunjukkan bahwa biaya litigasi terkait pelanggaran desain dapat mencapai jutaan dolar. Selain itu, kasus ini menyoroti pentingnya melakukan uji tuntas terhadap desain dan memastikan kepatuhan terhadap hukum kekayaan intelektual sebelum meluncurkan produk baru.
Keputusan pengadilan yang menolak gugatan tersebut, meskipun demikian, tidak membebaskan Prada dari potensi kerusakan reputasi. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi perusahaan mode tentang pentingnya menghormati hak kekayaan intelektual dan menjaga citra merek yang positif.