Harga minyak mengalami penurunan setelah pengumuman kebijakan perdagangan AS. Hal ini memicu reaksi pasar yang kompleks dengan implikasi luas. Artikel ini mengkaji dampak dari penurunan harga minyak dan bagaimana hal ini terkait dengan kebijakan perdagangan AS dan Rusia.
Mantan Presiden Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif "sekunder" pada negara-negara yang berbisnis dengan Rusia jika gencatan senjata di Ukraina tidak tercapai dalam 50 hari. Tarif ini akan menargetkan negara-negara yang mengimpor minyak Rusia, termasuk China dan India. Kebijakan ini mencerminkan upaya AS untuk memberikan tekanan ekonomi pada Rusia. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 2,1%, menetap di bawah $67 per barel. Penurunan ini menunjukkan kekhawatiran pasar tentang dampak kebijakan perdagangan AS terhadap permintaan minyak global.
Selain itu, AS berencana memasok Ukraina dengan persenjataan canggih, termasuk sistem rudal Patriot, yang didanai oleh sekutu NATO. Hal ini merupakan pergeseran dalam kebijakan luar negeri AS. Informasi dari United States Oil Fund (USO) menunjukkan harga saat ini adalah 75,62 USD, dengan perubahan -1,69 USD (-0,02%) dari penutupan sebelumnya. Volume intraday adalah 7274432, dengan harga tertinggi 78,33 USD dan terendah 75,5 USD.
Bagi masyarakat Indonesia, fluktuasi harga minyak memiliki dampak langsung pada harga bahan bakar dan biaya transportasi. Hal ini juga dapat mempengaruhi harga barang-barang konsumen dan inflasi secara keseluruhan. Kebijakan perdagangan AS dan Rusia akan terus memengaruhi pasar minyak global dan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk terus memantau perkembangan ini dan memahami implikasinya bagi perekonomian nasional.