The Velvet Sundown: Kisah Naik Turunnya Sebuah Band yang Dihasilkan AI

Grup musik beraliran psych-rock, The Velvet Sundown, memulai debutnya di Spotify pada Juni 2025, dengan cepat menarik lebih dari 400.000 pendengar bulanan.

Mereka merilis dua album, "Floating On Echoes" dan "Dust and Silence," dengan rencana untuk album ketiga.

Keraguan tentang keaslian band muncul karena kurangnya informasi yang dapat diverifikasi tentang anggotanya dan aktivitas online mereka.

Investigasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa beberapa trek The Velvet Sundown ditandai sebagai berpotensi dihasilkan oleh AI oleh Deezer.

Juru bicara, Andrew Frelon, mengkonfirmasi bahwa proyek tersebut adalah "hoax seni" yang dibuat menggunakan platform AI generatif Suno. Tujuan proyek ini adalah untuk mengeksplorasi dampak kreasi buatan dalam industri musik.

Kisah The Velvet Sundown menggarisbawahi peningkatan kehadiran konten yang dihasilkan AI dalam musik. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keaslian, hak cipta, dan masa depan penciptaan musik.

Seiring dengan perkembangan teknologi AI, batas antara seni buatan manusia dan mesin menjadi semakin kabur. Di Indonesia, fenomena ini juga mulai terasa. Munculnya teknologi AI dalam musik membuka peluang baru bagi musisi, namun juga menimbulkan tantangan. Misalnya, bagaimana kita memastikan hak cipta karya yang dihasilkan AI? Bagaimana kita menjaga keaslian karya seni di tengah kemajuan teknologi? Kasus The Velvet Sundown menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk terus berdiskusi dan mencari solusi terbaik untuk masa depan industri musik di Indonesia yang lebih baik, adil, dan berkelanjutan.

Sumber-sumber

  • Global News

  • NME

  • TechRadar

  • PetaPixel

  • Rolling Stone India

  • Music Ally

Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?

Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.