Sebuah studi dari Universitas Surrey menunjukkan bahwa stimulasi Random Noise Transkranial (tRNS) dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan matematika pada orang dewasa muda dengan konektivitas otak yang lebih rendah. Metode non-invasif ini bisa menjadi solusi yang menjanjikan bagi individu yang berisiko tertinggal dalam matematika.
Peserta yang menerima tRNS pada korteks prefrontal dorsolateral (dlPFC) menunjukkan kinerja yang lebih baik selama pelatihan matematika lima hari dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo atau stimulasi di area otak lain. Peningkatan ini terutama terlihat pada individu dengan konektivitas yang sudah ada sebelumnya yang lebih rendah antara area otak utama yang terlibat dalam pembelajaran.
Studi ini juga mencatat hubungan antara keberhasilan dalam belajar dan kadar GABA yang lebih rendah, sebuah neurotransmitter yang memengaruhi kemampuan belajar. Hasil ini mendukung penggunaan intervensi berbasis otak untuk mengatasi kesenjangan belajar dalam matematika dan mengurangi ketidaksetaraan. Di Indonesia, di mana pendidikan berkualitas menjadi prioritas, temuan ini sangat relevan. Potensi penggunaan teknologi ini dalam konteks pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah-daerah dengan akses pendidikan terbatas, sangat menarik.
Penelitian ini menyoroti pentingnya pendekatan individual dalam pendidikan. Dengan mempertimbangkan konektivitas otak individu, metode ini dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih efektif dan inklusif. Hal ini sejalan dengan semangat gotong royong dan keadilan sosial yang menjadi landasan masyarakat Indonesia. Lebih lanjut, penelitian ini juga dapat mendorong pengembangan metode pengajaran matematika yang lebih inovatif dan adaptif, yang sesuai dengan kebutuhan siswa di berbagai tingkatan pendidikan.