Pada tanggal 26 Juni 2025, Financial Action Task Force (FATF) mendesak upaya global yang lebih besar untuk mengatur aset kripto karena risiko yang terus meningkat. FATF melaporkan bahwa hanya 40 dari 138 yurisdiksi yang sebagian besar mematuhi standar kripto mereka pada April 2025. Hal ini menyoroti perlunya kerangka regulasi yang lebih komprehensif untuk mengurangi risiko yang terkait dengan aset virtual.
FATF mencatat bahwa alamat dompet kripto ilegal menerima $51 miliar pada tahun 2024, dengan stablecoin yang semakin digunakan oleh para penjahat. Sebagai tanggapan, Senat AS meloloskan Undang-Undang GENIUS untuk mengatur stablecoin, yang mewajibkan dukungan oleh aset likuid dan pengungkapan bulanan. RUU ini sekarang menunggu persetujuan di DPR.
Komisi Eropa akan meluncurkan regulasi stablecoin baru, mengabaikan peringatan ECB. Panduan tersebut akan mengklasifikasikan stablecoin yang diterbitkan di luar UE sebagai dapat dipertukarkan dengan versi yang disetujui UE. FATF berencana untuk merilis makalah yang ditargetkan tentang stablecoin, platform kripto lepas pantai, dan DeFi pada musim panas mendatang.
Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memantau perkembangan pasar kripto dan berupaya untuk menciptakan regulasi yang sejalan dengan standar internasional. Peningkatan regulasi global yang didorong oleh FATF ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan industri kripto di Indonesia, serta melindungi investor dan konsumen. Pemerintah dan regulator di Indonesia perlu terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa regulasi yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pasar lokal, serta mempertimbangkan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara.